IJAZ AL-QUR'AN


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Al- Qur’an tidak henti – hentinya diteliti dan dikaji. Kandungan kitab suci tersebut terus menerus digali oleh para pengkajinya. Salah satu objek penting dalam kajian ulumul Al-Qur’an adalah perbincangan mengenai mukjizat, terutama mukjizat Al Qur’an. Karena dengan perantara mukjizat Allah mengingatkan manusia, bahwa para rasul itu merupakan utusan yang mendapat dukungan dan bantuan dari langit. Mukjizat yang telah di berikan kepada para Nabi mempunyai fungsi sama yaitu untuk memainkan peranannya dan mengatasi kepandaian kaum di samping membuktikan bahwa kekuasaan Allah itu berada di atas segalanya.
Adapun tujuan mukjizat itu untuk pengarahan yang di tujukan kepada suatu umat yang berkaitan dengan pengetahuan mereka. Karena Allah tidak mengarahkan suatu umat pada hal-hal yang mereka tidak ketahui, dan di situlah letak nilai mukjizat yang telah di berikan Allah kepada Nabi.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengetian tentang I’jaz Al-Quran ?
2.    Apa saja macam – macam mukjizat ?
3.    Apa saja segi-segi kemukjizatan Al-Quran

C.  Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pengertian I’jaz Al-Quran.
2.    Untuk mengetahui macam – macam mukjizat.
3.    Untuk mengetahui segi-segi kemukjizatan Al Qur’an



D.  Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode telaah perpustakaan dengan menggunakan buku perpustakaan sebagai referensi. Kemudian dikelola kembali menjadi satu-kesatuan materi yang valid sehingga menghasilkan komponen pembahasan yang lebih sederhana untuk dipelajari lebih lanjut.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian I’jaz Al-Qur’an(Kemukjizatan)
Dari segi bahasa kata I’jaz berasal dari kata a’jaz yujizul yang berarti melemahkan atau memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan atau memperlemah.[1] Secara umum I’jaz adalah ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari ketidak berdayaan.[2] Oleh karena itu apabila kemukjizatan itu telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjizat. Sedang yang di maksud dengan Ijaz secara terminology ilmu Al-Qur’an adalah sebagaimana yang di kemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
1.    Menurut Manna Khalil Al Qaththan
Ijaz adalah menampakkan kebenaran Nabi SAW dalam pengakuaan orang lain sebagai rasul utusuan Allah SWT dengan menampakan kelemahan orang – orang Arab untuk menandinginnya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan kelemahan – kelemahan generasi sesudah mereka.[3]
2.    Ali Al Shabuniy Mengemukakan
I’jaz ialah menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari Allah swt yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasulan dan kenabiannya. Sedangkan mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tantangan yang tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapa dan kapan pun
3.    Muhammad Bakar Ismail Menegaskan
Mukjizat adalah perkara luar biasa yang disertai dan diikuti tantangan yang di berikan oleh Allah swt kepada nabi – nabinya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang di embannya yang bersumber dari Allah swt.
Dari ketiga definisi di atas dapat di pahami antara I’jaz dan mukjizat itu dapat dikatakan melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas mengesankan batasan yang lebih spesifik, yaitu Al-Qur’an. Sedangkan pengertian mukjizat menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau manusia secara keseluruhan. Dengan demikian dalam konteks ini antara pengertian I’jaz dan mukjizat itu saling melengkapi, sehingga nampak jelas keistimewaan dari ketetapan Allah yang khusus di berikan kepada Rasul – rasul pilihan-Nya sebagai salah satu bukti kebenaran misi kerasulan yang di bawahnya. Ditampilkan I’jaz atau mukjizat itu bukanlah semata- mata bertujuan untuk menampakkan kelemahan manusia untuk menandinginnya tetapi untuk menyakinkan mereka bahwa Muhammad SAW adalah benar-benar utusan Allah.[4]
B.  Macam – Macam Mukjizat
Secara garis besar mukjizat dapat di bagi dalam dua bagian pokok yaitu mukjizat yang bersifat hiisi dan mukjizat maknawi yang dapat di buktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama mukjizat mereka bersifat hiisi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat di jangkau lewat indra oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya.[5] Contoh seperti tidak terbakarnya Nabi Ibrahim a.s dalam kobaran api yang sangat besar, berubah wujudnya tongkat Nabi Musa menjadi ular dan lain-lain. “ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad saw yang sifatnya maknawi tetapi dapat di fahami akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak di batasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat Al-Qur’an dapat di jangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya dimana dan kapanpun. Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok,
1.    Manusia mengalami perkembangan dalam pemikiran umatnya. Umat para Nabi khususnya sebelum Nabi Muhammad membutuhkan kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Akan tetapi setelah manusia menanjak kedewasaan berfikir bukti indrawi tidak di butuhkan lagi. Itulah Para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw di tugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut. Ini berbeda dengan Nabi Muhammad yang di utus untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman sengingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu ada dan kapanpun berada.
2.    Sebabnya Nabi Muhammad saw, ketika di minta bukti yang sifatnya demikian oleh mereka yang tidak percaya, beliau di perintahkan untuk menjawab :
قُلْ سُبْحَان رَبِّن هل كُنْتُ إِلاَّ بَشَرًا رسُوْلاً (الإسرإ: 62)
 Artinya :
“Katakan, Maha Suci Tuhanku bukankah aku ini hanya seseorang manusia yang menjadi rasul. “

C.  Segi-segi Kemukjizatan Al-Qur’an
1.    Susunan kalimat
Kendatipun Al Qura’an, hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut Nabi tetapi uslub atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Uslub bahasa Al Qura’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila di bandingkan dengan lainnya. Al Qura’an muncul dengan uslub yang begitu indah. Di dalam uslub ada pada ucapan manusia
2.    Hukum illahi yang sempurna
Al Qur’an menjelaskan pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang, ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Apabila kita memperhatikan pokok-pokok ibadah, kita akan memperoleh kenyataan bahwa Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkan serta meramunya menjadi ibadah amaliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah sekaligus ibadah badaniyah, seperti berjuang di jalan Allah.
Tentang akidah Al Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakni beriman kepada Allah Yang maha Agung, menyatakan adanya nabi dan rasul serta mempercayai kitab samawi.
Dalam bidang undang-undang, Al Qur’an telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana, politik, dan ekonomi. Adapun mengenai hubungan internasional, al Qur’an telah menetapkan dasar-dasarnya yang paling sempurna dan adil, baik dalam keadaan damai maupun perang. Al Qur’an menggunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum.
a.    Secara global
Persoalan ibadah umumya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui ijtihad.
b.    Secara terperinci
Hukum yang berkaitan dengan utang-piutang,makanan yang halal dan yang haram,memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
3.    Gaya bahasa
Gaya bahasa Al Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona. Al Qur’an secara tegas menentang semua sastrawan para orator Arab untuk menandingi ketinggian Al Qur’an baik bahasa maupun susunannya. Setiap kali mereka mencoba menandingi, mereka mengalami kesulitan dan kegagalan dan bahkan mencapat cemoohan dari masyarakat. Di antara pendusta dan musyrik orang Arab pada saat itu yang berusaha untuk menandinginya ialah Musailimah Kadzdzab dan tokoh-tokoh masyarakat arab lain pada waktu itu yang ingin menandingi kalam allah itu, namun selalu mengalami kegagalan.
4.    Berita tentang hal-hal yang ghaib
Sebagian ulama mengatakan bahwa mukjizat Al Qur’an itu adalah berita-berita ghaib, Firaun, yang mengejar-ngejar Musa,Allah berfirman:
فَلْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ ايَةً وَاِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ ايتِنَا لَغَافِلُونَ
“Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahnya dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan kami.” (Q.S. Yunus (10): 92).
5.    Isyarat-isyarat ilmiah
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al Qur’an misalnya :
1.    Adanya nurani (super ego) dan bawah sadar manusia, sebagaimana diisyaratkan firman allah berikut :
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri meskipun dia mengemukakan alas an-alasannya. (Q.S. Al-Qiyamah (75): 14)

2.    Masa penyusuan yang tepat dan masa kehamilan minimal sebagai wara diisyaratkan firman Allah berikut :
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah member makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 233)

3.    Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan napas, hal ini diisyaratkan oleh firman Allah berikut :
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama Islam) dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah dia sedang mendekati langit. Begitulah Allah menimpakan siska kepada orang-orang yang tidak beriman. (Q.S. Al-An’am (6): 125)
6.    Ketelitian redaksinya
a.       Keseimbangan antara jumlah kata dengan antonimnya. Beberapa contoh,di antaranya:
1.      Al-hayah(hidup) dan al-maut(mati), masing-masing sebanyak 145 kali
2.      An-naf (manfaat) dan Al-madharah (mudarat),masing-masing sebanyak 50 kali;
3.      Al-har (panas) al-bard (dingin) masing-masing 4 kali;
4.      Ash-shalihat (kebajikan) dan as-sayyiat (keburukan),masing-masing167 kali;
5.      Ath-thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan adh-dhiq (kesempitan/ kekesalan),masing-masing13 kali;
6.      Ar-rabah (cemas/takut) dan ar-raghbah (harap/ingin),masing-masing 8 kali;
7.      Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk definite, masing-masing 17 kali;
8.      Ash-shayf (musim panas) dan asy-syita (musim dingin), masing-masing 1 kali;
b.      Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya.
1.      Al-harts dan az-zira’ah(membajak/bertani), masing-masing 14 kali;
2.      Al-‘usb dan adh-dhurur (membanggakan diri/angkuh), masing-masing sebanyak 27 kali;
3.      Adh-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati jiwanya),masing-masing 17 kali;
4.      Al-quran, al-wahyu dan al-islam (Al-quran, wahyu, dan islam), masing-masing sebanyak 70 kali;
5.      Al-‘aql dan an-nur (akal dan cahaya), masing-masing 49 kali;
6.      Al-jahr dan al-‘alaniyah (nyata),masing-masing 16 kali; Ketelitian redaksi Alqur an bergantung pada hal berikut.
c.       Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan akibatnya.
1.      Al-infaq(infaq dengan ar-ridha(kerelaan),masing-masing 73 kali;
2.      Al-bukhl (kekikiran) dengan al- hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali;
3.      As-salam (kedamaian) dernagan Ath-thayybat (kebajikan), masing-masing 60 kali
4.      Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan an-nar/al-ahraq (neraka/pembakaran), masing-masing 32 kali
d.      Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.
1.    Al-israf (pemborosan) , dengan as-sur’ah (ketergesaan), masing-masing 23 kali.
2.    Al- maw’izhah (nasehat/petuah) dengan al-lisan (lidah), masing-masing 25 kali.
3.    Al-asra(tawanan) dengan ath-thayyibat(kebajikan) masing-masing 60 kali
4.    As-salam (kedamaian) dengan ath-thayyibat(kebajikan) masing-masing 60 kali
e.       As-salam(kedamaian) dengan ath-thyyibat(kebajikan) masing masing 60 kali di samping keseimbangan-keseimbangan tersebut, di temukan juga keseimbangan khusus.
1.      Kata yawn(hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukkan bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat du belas kali sama dengan jumlah dalam setahun
2.      Al-quran menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 29, surat Al-isra’ (17) ayat 44, surat Al-Mu’minun (23) ayat 86, surat Fushilat (41) ayat 12, surat Ath-Thalaq (65) ayat12, surat Al-mulk (67) ayat 3, dan surat Nuh (71) aya 15. Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam 7 ayat.
3.      Kata-kata yang menunjukan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembarwa berita gembira) atau nadzir (pemberi nada pringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita tersebut, yakni 518

BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan
Dari segi bahasa kata I’jaz berasal dari kata a’jaz yujizul yang berarti melemahkan atau memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan atau memperlemah. Secara umum I’jaz adalah ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari ketidak berdayaan.
Secara garis besar mukjizat dapat di bagi dalam dua bagian pokok yaitu mukjizat yang bersifat hiisi dan mukjizat maknawi yang dapat di buktikan sepanjang masa.
Segi-segi kemukjizatan Al-Quran
1.      Susunan kalimat
2.      Hukum illahi yang sempurna
3.      Gaya bahasa
4.      Berita tentang hal-hal yang ghaib
5.      Isyarat-isyarat ilmiah
6.      Ketelitian redaksinya
B.  Saran
Seperti yang kita ketahui, bahwa kurikulum Ulumul Qur’an merupakan kurikulum yang memuat tentang ilmu-ilmu Al Qur’an yang berguna untuk mencapai tujuan Ulumul Qur’an itu sendiri. Oleh karena itu sudah seharusnya kurikulum Ulumul Qur’an diterapkan dengan lebih intensif agar pencapaian tujuan menjadi lebih cepat dan terarah untuk membentuk insan kamil (insan yang sempurna).




[1] Usman,Ulumul Qur’an,(Yogyakarta:Teras,2009), hal  285
[2] Ibid, hal 205
[3] Manna Khalil Al Qattan,Study Ilmu-ilmu Al Qur’an,(Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa,2004), hal 23
[4] Usman,Ulumul Qur’an…, hal 287


Postingan populer dari blog ini

Hakikat Pengetahuan